logo

logo
buletin

Kamis, 19 Mei 2011

PENDIDIKAN IDEAL

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.( UU No. 20 Tahun 2003).
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya, barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya. Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding dan ijazah tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Seharusnya beginilah wajah pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang telah dipaparkan oleh undang-undang dan Ibnu Khaldun adalah pendidikan yang tidaklah menjadikan manusia sebagai robot dalam setiap apa yang diperolehnya, setiap apa yang didengar, dilihat dirasa seharusnya dapat menjadikan manusia lebih berbudi dan mengerti akan kehidupan sekelilingnya. Pernahkah pembaca lihat film 3 Idiots yang dibintangi oleh Amir Khan dan kedua temannya serta Kareena Kapoor. Dalam film ini dipaparkan bahwasanya pendidikan bukanlah hal yang semata-mata hanya mengejar dunia namun pendidikan tetaplah harus memiliki kesinambungan antara pribadi dan sosial.
Sedangkan menurut Paulo Freire pendidikan yang seharusnya terjadi bukanlah pendidikan gaya robot. Maksudnya, apa yang diperoleh dari pendidikan yang ada hanyalah hal yang hanya tersimpan dalam memory saja tanpa tahu apa yang seharusnya dilakukan dengan hal tersebut. Mengapa Freire mengkritik pendidikan gaya robot? salah satunya adalah karena pendidikan gaya robot hanya menjadikan peserta didik sebagai objek yang hanya menampung apa yang diberikan tanpa tahu yang diberikan itu adalah hal yang pantas diterapkan atau tidak, tanpa tahu kegunaan dari apa yang diterima, tanpa mengerti mengapa hal ini diberikan. Sekarang mari kita amati bagaimana proses pendidikan kita. Apakah cenderung bergaya robot atau sudah mengikuti dari undang-undang yang ada?.
Dari mulai tingkat dasar sampai tingkat atas pendidikan kita adalah pendidikan gaya robot yang hanya menguntungkan bagi kaum kapitalis. Contohnya seperti ini, Adi adalah murid sekolah dasar yang saat ini sedang diajari pelajaran tentang perbuatan terpuji. Namun apakah yang terjadi dengannya diluar sekolah?, ternyata sepulang sekolah dia melempari temannya dengan batu tanpa ada alasan yang jelas. Cerita belum berakhir, ketika ujian nilai Adi begitu memukau. Nilai pelajaran PKn yang diperolehnya sangat bagus. Berbanding terbalik dengan kenakalan yang dia lakukan di luar ruang sekolah. Wow fantastisnya pendidikan ala Indonesia! Sangat timpang dengan apa yang tercantum di dalam undang-undang. Indonesia adalah bangsa yang “gemah ripah loh jinawi”, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya mulai dari hutan hingga lautan maupun kekayaan alam yang tersimpan di dalam perut bumi .
Namun dengan adanya sistem pendidikan yang ada sekarang ini kita bukannya menjadi negara kaya, bukannya menjadi negara maju tetapi malah menjadi negara miskin yang kekayaan alamnya hanya dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi, bagaimanakah bentuk pendidikan yang seharusnya diterapkan di Indonesia ?
Pertama-tama marilah kita pretheli undang-undang kita. Sudah bagus memang, tapi dalam penerapannya???
1. Usaha Sadar dan Terencana
Pendidikan terjadi atas dasar kesadaran baik dari unsur anak didik maupun pendidik. Maksudnya harus sadar akan posisi masing-masing dan tugas yang diemban dengan perencanaan pendidikan yang sesuai standart. Bukannya hanya menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan saja. Sebagai peserta didik seharusnya bersikap kritis akan segala informasi yang diterima. Bukannya hanya tahu nyanyian lagu iya(ngutip iwan fals dikit). Sedangkan untuk pendidik sebaiknya janganlah terlalu mendogma peserta didiknya agar peserta didik dapat timbul berbagai pertanyaan, yang mana pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang bermutu.
2. Untuk Mewujudkan Suasana Pembelajaran/Pendidikan
Dengan tujuan yang sudah begitu bagus undang-undang kita mengajarkan bahwasanya pendidikan bukanlah ajang untuk pamer kekayaan, kecantikan, ketampanan dll. Namun pendidikan merupakan ajang untuk bertukar pikiran.
Bukannya ajang nyucuk irung kebo (mematuk hidung kerbau). Wah kerbaunya gak bisa balas nich!!!!! Disinilah peserta didik dituntut untuk lebih aktif dalam sebuah pembelajaran. Jangan takut salah dalam memberikan sumbangan pemikiran, karena sesungguhnya takut salah adalah kesalahan yang sangat besar. Memang untuk mewujudkan kondisi pembelajaran sangat sulit dan harus dimulai dari awal untuk menjadikan anak didik lebih kritis pada saatnya nanti.
Menurut Freire dibutuhkan empat tingkatan untuk menumbuhkan nalar kritis:
a. Kesadaran intransitif, yaitu tingkatan awal dimana orang belum dapat mengenali diri sendiri maupun lingkungannya.
b. Kesadaran semi intransitif, yaitu kesadaran yang terjadi pada masyarakat yag tertindas namun acuh terhadap penindasan.
c. Kesadaran naif, yaitu kesadaran akan sebuah realitas dan mampu memikirkannya. Namun masih cenderung menggunakan emosi yang berlebih ketika menyelesaikan permasalahan.
d. Kesadaran kritis transitif, yaitu kesadaran puncak dimana seseorang dapat mengenali dirinya dan sekelilingnya dengan baik serta mampu menolak dan menerima dengan akal pikiran yang terbuka.Di tingkatan nomor empat inilah letak dari pendidikan yang sejati yang dapat mengenal baik dan buruk dengan akal pikirannya sendiri.
3. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Nah ini dia point penyelamat bangsa. Lho koq bisa gitu? Bayangkan saja seandainya Indonesia hanya dihuni oleh orang-orang yang pandai namun tidak mempunyai akhlak mulia. Apa yang bakalan terjadi? HANCUR BRO NEGARANYA. Trus gimana ya kalo akhlaknya baik tapi bodoh?emm ya ketipu melulu dong bangsa kita. Baguskan undang-undang kita!
Yang kedua, dinegara kita pendidikan adalah tipe bulus( belajar terus asal ada fulus). Mengapa begitu? Uang negara hanya untuk bangun gedung mewah DPR saja. Dana BOS memang ada sich tapi????
Mari kita bandingkan dengan pola pendidikan yang diutarakan oleh ibnu khaldun. Beliau berkata: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Inilah kelemahan indonesia. Pendidikan yang seharusnya dienyam oleh seluruh rakyat indonesia hanya bisa dienyam oleh orang yang ber-uang. Adanya penanganan yang jelas tentang nasib pendidikan di Indonesia menjadi sebuah keharusan sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Ada yang pernah dengar ini g?ta’allam wa ‘allamah(belajarlah dan ajarkanlah). Tapi adakah yang suka rela memberi pendidikan GRATIS??? Mungkin konsep pendidikan yang di tawarkan oleh Ibnu Khaldun dapat menjadi sebuah jalan keluar dari semrawutnya sistem pendidikan Indonesia. Namun siapa yang mau menghargai konsep pendidikan ala Ibnu Khaldun ini? Negara Indonesia adalah negara ijazah, pemerintah kita adalah pemerintah ijazah, orang sekolah yang dicari cuma??????. Tidak adanya apresiasi yang lebih terhadap siswa kalangan luar sekolah menjadikan pendidikan ala Ibnu Khaldun menjadi terpinggirkan. Semua saya kira juga tahu tentang Lintang dalam film laskar pelangi. Siapakah dia?, bagaimanakah kehidupan sehari-harinya? Namun bagaimana tanggapan dunia tentangnya? Orang seperti inilah yang seharusnya menjadi pemimpin bangsa. Namun tak ada apresiasi terhadap orang semacam Lintang. Mengapa? Karena dia adalah orang “KERE”.
Sekarang apakah negara kita mau dijadikan negara yang memanusiakan robot atau merobotkan manusia hanya dapat kita pasrahkan pada orang-orang dengan ijazah yang berada didalam gedung ber-AC yang kita tidak tahu jalan pikiran mereka. Sedangkan, kita hanya dapat berharap semoga apa yang dilakukan mereka dapat menjadikan bangsa semakin maju ke depannya. AMIN(Anak Muda INdonesia).

Silakan Pikir & Renungkan......!!!

Hishna M. Sabiq AS IV