logo

logo
buletin

Rabu, 12 Oktober 2011

AKTUALISASI FIKIH (Transformasi Fikih Klasik Menuju Fikih Kontemporer)

Mengikuti perkembangan fikih memang sangat menarik. Jika, peradaban Yunani adalah peradaban filsafat, dan peradapan Eropa modern adalah ilmu pengetahuan dan tehnik, maka peradapan Islam adalah peradapan Fikih. Dan masing-masing peradapan memiliki karakteristik spesifik. Fikih merupakan murni produk nalar Arab dalam peradaban Islam. Statemen Apologetik guna mengukuhkan orisinalitas fikih ini tentunya memiliki kaki pijak referensial yang mengakar dalam perundang-undangan umat Islam. Menyusuri perkembangan Fikih sendiri mulai dari fase Nabi hingga saat ini telah menggambarkan bahwa Fikih akan selalu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dan apabila kita kembali menyusuri akar sosiologi fikih maka tilikan sosio-historis terhadap perkembangan fikih sangatlah urgen, sebab “persenggamaan dialektis” antara fikih dengan realitas sosial adalah saling berkaitan dan tak terpisahkan. Dengan ungkapan lain, fikih senantiasa dibuat di tengah-tengah pergumulan konstruk sosio-politik, konteks-partikular, dan ruang lingkup kultur tertentu.
Perkembangan Fikih sendiri telah mengalami berbagai macam periode mulai dari periode kenabian hingga pasca runtuhnya Baghdad (625H/1285M) atau lebih tepatnya periode stagnansi fikih. Runtuhnya Baghdad sendiri, terjadi setelah adanya invansi dua ratus ribu pasukan mongol sehingga menjadikan fikih mengalami masa kejumudan dan mengakibatkan timbulnya konservatisme. Pembantaian terhadap kaum intelektual muslim banyak terjadi sehingga tersebarlah kebodohan yang klimaks dengan “ditutupnya pintu ijtihad”. Madrasah, universitas, dan perpustakaan diporak-porandakan oleh Hulagu Khan yang mulanya hanya kelompok kecil pemburu dan penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia. Pasca dijajah bangsa Mongol, islam juga dijajah oleh Napoleon (Prancis), tetapi islam tidak bisa berbuat apa-apa.
Konservatisme ini memunculkan asumsi dogmatis bahwa capaian para sarjana klasik telah sempurna dan up-to-date, sehingga tidak butuh lagi pembaharuan pemikiran. Stagnansi terlihat dari berbagai aktivitas intelektualisme yang hanya berkutat pada penjelasan produk pemikiran lama.
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya yaitu; pertama, tertutupnya pintu ijtihad sehingga berimbas pada pemasungan kebebasan intelektual. faktor kedua yaitu, kodifikasi atas pendapat-pendapat ulama klasik pada masa kekuasaan Abbasiyah. Dan faktor ketiga yaitu, fanatisme dan perselisihan madzhab yang mengakibatkan kemerosotan dinamika ijtihad. Dan akhirnya memunculkan sebuah kajian-kajian yang tidak obyektif pada saat ini. Ini mengakibatkan kian jauhnya Islam dari isu-isu kontemporer (qodhaya al-mu’asyirah) yang berkembang pada masyarakat saat ini.
Fikih yang terbentuk pada zaman sekarang ini terkesan hanya terpaku pada sebuah konteks saja tanpa ada pembaharuan-pembaharuan. Maka apabila tidak adanya suatu pembaharuan-pembaharuan fikih atau dengan kata lain, kita hanya terpaku pada pembahasan fikih klasik saja tanpa kritisisme maka rancangan bangunan fikih akan menjadi keropos dan tidak dapat untuk memberikan solusi yang baik dalam menghadapi kompleksitas problematika kehidupan yang muncul terus-menerus. Aktualisasi fikih sendiri dilakukan guna tercapainya sebuah Maqhosid al-Syariat yang terlepas dari sebuah pembebekan (taqlid) dan pengambilan pendapat qudama’ tanpa kritisisme.
Pengaruh Adat Istiadat Dalam Memahami Nash-Nash
Beberapa ushuliyyin memang ada yang tidak menyebutkan pengaruh sebuah adat dalam pembahasan dalil-dalil mereka, namun sebagian yang lainnya menggunakannya. Mereka mengambil kaidah kulliyah dari kaidah fikih. Mereka membicarakan sebuah tradisi di bawah kaidah ‘al’ddah mukhakamah, kemudian menertibkannya ke dalam cabang-cabang, kaidah-kaidah, dan hukum-hukum.
Kita ketahui bersama, bahwa perkembangan zaman telah memunculkan beraneka ragam problematika yang tidak ditemui pada zaman dahulu. Oleh karena itu, peran fikih dalam menyelesaikan problematika tersebut tidak hanya terpaku pada pembahasan fikih klasik tanpa ada pembaharuan-pembaharuan fikih. Karena fikih yang notabenenya merupakan produk scholarship masa lalu, secara empiris telah terbukti kadaluarsa dalam membendung runyamnya dinamika kehidupan zaman. Kesulitan implementasi konsep klasik ini secara de facto dikarenakan “faktor eksternal” berupa hegemoni barat dan “faktor internal” berupa problem epistemologis-teoritis fikih. Hegemoni Barat sangat dirasakan telah berpengaruh besar terhadap kerepotan implementasi doktrin fikih klasik pada era modern.
Dalam menghadapi tuntutan modern tersebut, para pemikir ‘progresif’ seperti, Muhammad Abduh, Fazlur Rahman, Muhammad Syahrur, Jammal al Banna dan lain-lain, merasa yakin bahwa hukum klasik dengan epistem dan paradigmanya yang konvensional dinilai tidak akan mampu mengatasi dilema ini.
Oleh sebab itu, bagi para pemikir kontemporer, aplikasi fikih secara komprehensif dalam realitas sekarang ini tidak mungkin dilakukan tanpa pembaharuan fikih, sementara pembaharuan fikih tidak dapat direalisasikan kecuali melalui dekonstruksi serta rekonstruksi terlebih dahulu terhadap struktur paradigma dan epistemologi fikih itu sendiri. Aktualisasi fikih harus dapat kita lakukan guna menghadapi kompleksitas problematika yang terjadi pada zaman sekarang, sehingga terlepas dari asumsi pembebekan terhadap teks klasik tanpa kritisisme. So, dengan aktualisasi fikih ini, maka Islam dapat tampil dengan wajah yang baru sesuai dengan realitas sekarang dan dapat diterima oleh umat pada zaman ini tanpa menghilangkan subtansi budaya Islam itu sendiri.
Seandainya secara kebetulan di dalam hukum-hukum yang ditetapkan oleh para sahabat dan tabi'in terdapat hal-hal yang selaras dengan problematika kontemporer, maka tidak ada salahnya untuk diambil. Namun jika tidak ada yang sesuai dengan persoalan kontemporer, maka harus diselesaikan dengan kesepakatan dalam lingkup batas-batas perjalanan sejarah yang kita lewati. Dengan ini, para intelektual Muslim akan terpacu dalam mengembangkan kajian fikih secara obyektif serta dapat memberikan solusi hukum sesuai dengan tuntutan zaman dan dapat diterima oleh masyarakat sekarang.
Hal tersebut mungkin akan membuat kita secara perlahan-lahan bisa melepas keterkung-kungan terhadap hegemoni barat yang sampai saat ini masih bercokol di segala bidang kehidupan.

Silakan renung dan pikirkan….!!!
Musnadil firdaus/AS(III)