Hassan Hanafi dilahirkan di Mesir di daerah Al-Azhar pada tahun 13 Februari 1935. Al-Azhar adalah daerah yang menjadi pusat pendidikan Mesir waktu itu, banyak para pelajar datang dari berbagai macam penjuru dunia untuk menuntut ilmu di Universitas ini. Walaupun begitu akan tetapi keadaan, sosial Mesir sangat tidak mendukung untuk kegiatan keilmuan di daerah tersebut hal ini disebabkan karena keberadaan bangsa Inggris yang ikut campur dalam pemerintahan Mesir, yang di dalamnya menggunakan sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan sebagian kecil golongan (dan lebih banyak dari bangsa Inggris) dan menyengsarakan rakyat banyak. Dengan keadaan sosial seperti itu Hassan Hanafi tergerak hatinya untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh barat, jiwa patriotisme dan nasionalismenya lahir demi membela rakyat Mesir yang tertindas.
Awal pendidikanya dimulai ketika dia masih kecil pada umur lima tahun sudah mulai menghafalkan Al-Qur’an selanjutnya meneruskan pendidikan dasarnya selama empat tahun. Semangatnya yang sangat besar tercermin pada sikapnya yang ingin ikut berperang sebagai relawan pada usia yang masih sangat belia yaitu 13 tahun. Walaupun akhirnya usaha tersebut gagal karena dia ditolak sebab alasan masih terlalu kecil untuk ikut berperang, kejadian ini terjadi pada tahun 1948. Semenjak tahun 1952 sampai 1956 dia kuliah di Universitas Cairo untuk mendalami filsafat selama menjadi mahasiswa dia aktif sebagai aktivis gerakan Ikhwanul Muslimin.
Setelah studi di negaranya Hassan Hanafi melanjutkan ke Perancis tepatnya di Universitas Sorbone. Di sini dia banyak membaca karya-karya penulis terkenal dari barat dalam bidang sastra, filsafat, teologi Kristen, pembaharuan, reformasi, orientalis dan karya-karya lain karena Perancis adalah salah satu gudangnya para pemikir dari barat dan dari sini juga pernah terjadi suatu revolusi besar yang dapat merubah tatanan yang pernah ada yaitu revolusi Perancis. Dia menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk studinya di Universitas mulai tahun 1956 sampai 1966. Karena keilmuannya yang mumpuni, dia dipercaya mengajar pada beberapa Universitas dan menjadi dosen tamu dibeberapa negara seperti Belgia dan Amerika. Pada tahun 1971-1975 dia mengajar di Amerika. Pengalaman dengan para pemikir besar dunia dalam berbagai pertemuan internasional, baik di kawasan negara-negara Arab, Asia, Eropa, dan Amerika membantunya semakin paham terhadap persoalan besar yang sedang dihadapi dunia dan umat Islam di berbagai Negara. Hanafi berkali kali mengunjungi negara-negara asing seperti Belanda, Swedia, Portugal, Spanyol, Prancis, Jepang, India, Indonesia, Sudan, dan Saudi Arabia antara tahun 1980-1987.
Wacana pemikiran Hassan Hanafi dari barat banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi karya Edmund Hussrel sedangkan dari Timur (Islam) dipengaruhi oleh tokoh-tokoh gerakan Islam, seperti Hassan Al-Banna, Sayyid Qutb, Abu Al-A’la Al-Maududi, Abu al-Hassan al-Nadhvi, dll. Dalam metodologi tafsirnya terlihat jelas aliran fenomenologi yang ia bawa dari Perancis seperti terlihat dalam tawaran “Hermeneutika Aksiomatik”, menurutnya langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penafsiran Al-Quran adalah:
1. Kritik Historis, dari sini dapat diketahui aspek sejarah dari suatu ayat seperti asbabun nuzul, nasikh -
mansukh, penerimaan para sahabat waktu itu dan periwayatan selanjutnya tentang ayat atau hadis tersebut, penghargaannya yang tinggi pada sejarah dan peninggalan diwujudkannya pada pemikiran tentang turats wa tajdid.
1. Kritik Eiditik, menguak pesan Tuhan dengan analisa-analisa lebih jauh dan mendalam seperti analisa bahasa, setting sosial, logika, ilmu-ilmu modern, kemajuan zaman dan analisa-analisa lainnya yang dianggap perlu.
2. Kritik Praktis, pemahaman terhadap wahyu Tuhan tidaklah hanya merupakan sebuah pemahaman yang berkutat pada teori pemahaman akan teks an sich (apa adanya), melainkan juga berupa teori yang berupaya menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia (praksis) dan sejak dari pikiran Tuhan sampai kepada kehidupan manusia.
Sebelum dia menawarkan metode baru dalam penafsiran terlebih dahulu dia mengkritik metode-metode penafsiran yang digunakan oleh ulama salaf, menurutnya ada beberapa hal yang perlu dikritik pada penafsiran mereka yaitu:
1. Teks bukan realitas, teks adalah teks murni itu sendiri yang sebenarnya hanya sebuah ekspresi kebahasaan terhadap realitas, sehingga suatu teks perlu dicari aspek realitasnya.
2. Teks memerlukan keyakinan apriori yang berlawanan dengan rasio dan empiris manusia, karena itu kebenaran teks bergantung pada kepercayaan pada teks.
3. Teks berasal dari luar teks itu sendiri
bukan dari dalam sehingga perlu analisa di luar teks.
4. Teks adalah kompleks, perlu kajian yang menyeluruh dalam memahami suatu teks tidak hanya berkutat pada satu ayat saja.
5. Teks dalam penafsirannya selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan pendapat, perlu analisa mendalam dalam pilihan-pilihan yang telah dilakukan oleh para ulama salaf, apa pertimbangan mereka.
6. Teks ditafsirkan oleh orang yang mempunyai berbagai macam latar belakang yang menimbulkan perbedaan dan selanjutnya menimbulkan saling dorong antar penafsir sendiri.
7. Teks lebih banyak diarah untuk menasihati manusia bukannya untuk memberi penjelasan logis dan masuk akal, bersifat doktriner.
Selain itu seperti para pemikir kontemporer lainnya Hassan Hanafi juga lebih bergaya antroposentris, sosialis, humanis. Gerakan yang dia bangun yang bernama ”Kiri Islam” bertujuan untuk menyuarakan pesan-pesan moral yang dibawa Islam untuk masyarakat luas, contoh pemahamannya dalam bidang ibadah adalah:
1. Tauhid, menurutnya tauhid adalah penyatuan, penyatuan seluruh elemen masyarakat dalam berbagai bidang yang ada untuk kemajuan dan kemakmuran Islam. Tauhid bukan hanya semata-mata mengakui Ke Esa-an Tuhan tetapi juga gerakan realdalam kehidupan sosial.
2. Shalat, dalam shalat kita diajarkan untuk konsentrasi pemusatan pemikiran, adanya latihan fisik, solidaritas dalam berjamaah, tepat waktu, adanya satu tujuan yang sama dalam menghadap qiblat, kebersihan dalam menjaga badan dan lingkungan.
3. Puasa, dengan rasa lapar kita diharapkan dapat merasakan penderitaan orang-orang miskin sehingga tumbuh solidaritas sosial, dan adanya kebersamaan seluruh umat muslim di dalam bulan Ramadhan
4. Zakat, ada aspek ekonomi dalam perintah zakat yaitu pemerataan pendapatan dan membantu kaum miskin.
5. Haji, pada musim haji Makkah adalah pusat penyatuan seluruh umat muslim diseluruh dunia dengan adanya pertemuan ini diharapkan akan menjadi sebuah peristiwa konferensi agung umat muslim.
Hassan Hanafi menilai untuk kemajuan Islam kedepan maka kita perlu mencontoh orang barat dalam usaha mereka dalam mencapai modernisasi. Hanafi menawarkan oksidentalisme yaitu lawan dari orientalisme, diharapkan dengan ini umat Islam dapat meniru barat dan memfilter hal-hal yang tidak baik atau tidak penting.
Silakan Pikir & Renungkan......!!!
Miftahul Huda/AS VI
Kancil dan Pak Tani
Pak Tani sedang sedih di gubuknya. Akhir-akhir ini dia tidak Cuma bingung mikirin pupuk mahal, tapi juga pusing gara-gara banyak ulat bulu yang nyerbu ke ladangnya, sambil duduk termenung di gubuknya dia ngomong sendiri “oalah… orang kecil, udah melarat masih ketambahan masalah, harga pupuk mahal, beras malah murah, koq ya ulat-ulat bulu itu ndak nyerbu gedung DPR aja biar diganti baru”. Capek mikir, dia ambil bulletin yang ada di gubuknya, dia bolak-balik dilihat, dibaca sekilas. Entah gak tahu kenapa akhir-akhir ini banyak sekali buletin yang beredar ada yang kertas warna biru, hijau, putih, warna-warni. Saking banyaknya, penyebarannya gak cuma di kampus tapi sampe gubuknya pak tani, mboh siapa yang bawa kesitu.
Buletinnya macem-macem, gayanya juga macem-macem, gambarnya juga aneh-aneh sebagian gak dipahami pak tani. Dibaca dikit-dikit yang bisa dipahami, yang pake bahasa sasi-sasi gak terlalu digatekne karena gak paham. Pak Tani gak kuliah.
Bu Tani datang bawa makanan dari rumah langsung di tanyai pak Tani “bu.. ini apa maksudnya koq banyak pikirane mahasiswa seng aneh-aneh. Ada yang pengen bikin negara Islam, ada yang dungo pake dancok, dancok, ada yang bilang pake baju yang penting cuma sempak ma kutang thok. Ini gimana disekolahne koq malah nakal, mendingan gak usah sekolah macul ae gen golek duwit”. Bu tani yang gak sempet baca bulletin cuma bisa komentar “ya biarin, namanya juga masih anak-anak, pikirane masih panas pengen yang ini yang itu, ntar juga tobat sendiri”. ”tapi gimana masak kayak gini pakaian wanita koq cuma kutang ma sempak, kayak apa jadinya dunia, yang pake pensil saja dimarahai kena undang-undang kode etik kampus apalagi yang ini” sewot pak tani. “Yo biarin” jawab bu tani lagi “semuanya punya dasar pikiran masing-masing, emboh gimana yang bener, kabeh ngakune paling bener dewe. Bom bunuh diri aja bisa bener paling bunuh orang lain juga bisa bener” “lha trus gimana?” Tanya pak tani lagi “gimana apanya? Ya itu tadi semua punya dasar sendiri-sendiri lha wong kita sekarang ini hidup di jaman postmodern. Apapun boleh pokok punya dasar yang jelas” pak tani bingung dengar omongannya bu tani yang agak aneh tadi “apa bu postmodern? Opo kuwi gak paham aku” bu tani jawab kalem “alah buku punya anakmu seng kuliah iku lho, aku baca dikit-dikit. Intinya ya itu tadi apapun boleh pokok punya dalil. Pak tani makin bingung “dunia koq apapun boleh kayak apa jadinya?”.
Bingung mikir bulletin pak tani ganti mikir si kancil. Dulu yang selalu setia menghabiskan timun pak tani adalah kancil sekarang kewan itu gak pernah kelihatan mboh kemana.
Diem-diem kancil juga lagi stress. gak enak makan gak enak minum. Kancil susah “timune pak tani sekarang rasanya gak enak lagi mergo kakehen disemprot ngge obat-obat pabrik. Banyu kali rasane juga gak enak. jaman mbiyen waktu orang masih kencing berak di kali rasa air malah enak, Ikannya banyak, airnya jernih, bening gak sepet. Sekarang orang punya WC sendiri-sendiri di rumah malah airnya gak karuan”. Kancil mundak stress kalo dulu saingannya nyolong timun gak ada sekarang punya saingan baru yang namanya ulat bulu. Semuanya stress. Pak tani stress, kancil juga stress.
logo
Kamis, 19 Mei 2011
PENDIDIKAN IDEAL
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.( UU No. 20 Tahun 2003).
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya, barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya. Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding dan ijazah tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Seharusnya beginilah wajah pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang telah dipaparkan oleh undang-undang dan Ibnu Khaldun adalah pendidikan yang tidaklah menjadikan manusia sebagai robot dalam setiap apa yang diperolehnya, setiap apa yang didengar, dilihat dirasa seharusnya dapat menjadikan manusia lebih berbudi dan mengerti akan kehidupan sekelilingnya. Pernahkah pembaca lihat film 3 Idiots yang dibintangi oleh Amir Khan dan kedua temannya serta Kareena Kapoor. Dalam film ini dipaparkan bahwasanya pendidikan bukanlah hal yang semata-mata hanya mengejar dunia namun pendidikan tetaplah harus memiliki kesinambungan antara pribadi dan sosial.
Sedangkan menurut Paulo Freire pendidikan yang seharusnya terjadi bukanlah pendidikan gaya robot. Maksudnya, apa yang diperoleh dari pendidikan yang ada hanyalah hal yang hanya tersimpan dalam memory saja tanpa tahu apa yang seharusnya dilakukan dengan hal tersebut. Mengapa Freire mengkritik pendidikan gaya robot? salah satunya adalah karena pendidikan gaya robot hanya menjadikan peserta didik sebagai objek yang hanya menampung apa yang diberikan tanpa tahu yang diberikan itu adalah hal yang pantas diterapkan atau tidak, tanpa tahu kegunaan dari apa yang diterima, tanpa mengerti mengapa hal ini diberikan. Sekarang mari kita amati bagaimana proses pendidikan kita. Apakah cenderung bergaya robot atau sudah mengikuti dari undang-undang yang ada?.
Dari mulai tingkat dasar sampai tingkat atas pendidikan kita adalah pendidikan gaya robot yang hanya menguntungkan bagi kaum kapitalis. Contohnya seperti ini, Adi adalah murid sekolah dasar yang saat ini sedang diajari pelajaran tentang perbuatan terpuji. Namun apakah yang terjadi dengannya diluar sekolah?, ternyata sepulang sekolah dia melempari temannya dengan batu tanpa ada alasan yang jelas. Cerita belum berakhir, ketika ujian nilai Adi begitu memukau. Nilai pelajaran PKn yang diperolehnya sangat bagus. Berbanding terbalik dengan kenakalan yang dia lakukan di luar ruang sekolah. Wow fantastisnya pendidikan ala Indonesia! Sangat timpang dengan apa yang tercantum di dalam undang-undang. Indonesia adalah bangsa yang “gemah ripah loh jinawi”, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya mulai dari hutan hingga lautan maupun kekayaan alam yang tersimpan di dalam perut bumi .
Namun dengan adanya sistem pendidikan yang ada sekarang ini kita bukannya menjadi negara kaya, bukannya menjadi negara maju tetapi malah menjadi negara miskin yang kekayaan alamnya hanya dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi, bagaimanakah bentuk pendidikan yang seharusnya diterapkan di Indonesia ?
Pertama-tama marilah kita pretheli undang-undang kita. Sudah bagus memang, tapi dalam penerapannya???
1. Usaha Sadar dan Terencana
Pendidikan terjadi atas dasar kesadaran baik dari unsur anak didik maupun pendidik. Maksudnya harus sadar akan posisi masing-masing dan tugas yang diemban dengan perencanaan pendidikan yang sesuai standart. Bukannya hanya menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan saja. Sebagai peserta didik seharusnya bersikap kritis akan segala informasi yang diterima. Bukannya hanya tahu nyanyian lagu iya(ngutip iwan fals dikit). Sedangkan untuk pendidik sebaiknya janganlah terlalu mendogma peserta didiknya agar peserta didik dapat timbul berbagai pertanyaan, yang mana pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang bermutu.
2. Untuk Mewujudkan Suasana Pembelajaran/Pendidikan
Dengan tujuan yang sudah begitu bagus undang-undang kita mengajarkan bahwasanya pendidikan bukanlah ajang untuk pamer kekayaan, kecantikan, ketampanan dll. Namun pendidikan merupakan ajang untuk bertukar pikiran.
Bukannya ajang nyucuk irung kebo (mematuk hidung kerbau). Wah kerbaunya gak bisa balas nich!!!!! Disinilah peserta didik dituntut untuk lebih aktif dalam sebuah pembelajaran. Jangan takut salah dalam memberikan sumbangan pemikiran, karena sesungguhnya takut salah adalah kesalahan yang sangat besar. Memang untuk mewujudkan kondisi pembelajaran sangat sulit dan harus dimulai dari awal untuk menjadikan anak didik lebih kritis pada saatnya nanti.
Menurut Freire dibutuhkan empat tingkatan untuk menumbuhkan nalar kritis:
a. Kesadaran intransitif, yaitu tingkatan awal dimana orang belum dapat mengenali diri sendiri maupun lingkungannya.
b. Kesadaran semi intransitif, yaitu kesadaran yang terjadi pada masyarakat yag tertindas namun acuh terhadap penindasan.
c. Kesadaran naif, yaitu kesadaran akan sebuah realitas dan mampu memikirkannya. Namun masih cenderung menggunakan emosi yang berlebih ketika menyelesaikan permasalahan.
d. Kesadaran kritis transitif, yaitu kesadaran puncak dimana seseorang dapat mengenali dirinya dan sekelilingnya dengan baik serta mampu menolak dan menerima dengan akal pikiran yang terbuka.Di tingkatan nomor empat inilah letak dari pendidikan yang sejati yang dapat mengenal baik dan buruk dengan akal pikirannya sendiri.
3. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Nah ini dia point penyelamat bangsa. Lho koq bisa gitu? Bayangkan saja seandainya Indonesia hanya dihuni oleh orang-orang yang pandai namun tidak mempunyai akhlak mulia. Apa yang bakalan terjadi? HANCUR BRO NEGARANYA. Trus gimana ya kalo akhlaknya baik tapi bodoh?emm ya ketipu melulu dong bangsa kita. Baguskan undang-undang kita!
Yang kedua, dinegara kita pendidikan adalah tipe bulus( belajar terus asal ada fulus). Mengapa begitu? Uang negara hanya untuk bangun gedung mewah DPR saja. Dana BOS memang ada sich tapi????
Mari kita bandingkan dengan pola pendidikan yang diutarakan oleh ibnu khaldun. Beliau berkata: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Inilah kelemahan indonesia. Pendidikan yang seharusnya dienyam oleh seluruh rakyat indonesia hanya bisa dienyam oleh orang yang ber-uang. Adanya penanganan yang jelas tentang nasib pendidikan di Indonesia menjadi sebuah keharusan sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Ada yang pernah dengar ini g?ta’allam wa ‘allamah(belajarlah dan ajarkanlah). Tapi adakah yang suka rela memberi pendidikan GRATIS??? Mungkin konsep pendidikan yang di tawarkan oleh Ibnu Khaldun dapat menjadi sebuah jalan keluar dari semrawutnya sistem pendidikan Indonesia. Namun siapa yang mau menghargai konsep pendidikan ala Ibnu Khaldun ini? Negara Indonesia adalah negara ijazah, pemerintah kita adalah pemerintah ijazah, orang sekolah yang dicari cuma??????. Tidak adanya apresiasi yang lebih terhadap siswa kalangan luar sekolah menjadikan pendidikan ala Ibnu Khaldun menjadi terpinggirkan. Semua saya kira juga tahu tentang Lintang dalam film laskar pelangi. Siapakah dia?, bagaimanakah kehidupan sehari-harinya? Namun bagaimana tanggapan dunia tentangnya? Orang seperti inilah yang seharusnya menjadi pemimpin bangsa. Namun tak ada apresiasi terhadap orang semacam Lintang. Mengapa? Karena dia adalah orang “KERE”.
Sekarang apakah negara kita mau dijadikan negara yang memanusiakan robot atau merobotkan manusia hanya dapat kita pasrahkan pada orang-orang dengan ijazah yang berada didalam gedung ber-AC yang kita tidak tahu jalan pikiran mereka. Sedangkan, kita hanya dapat berharap semoga apa yang dilakukan mereka dapat menjadikan bangsa semakin maju ke depannya. AMIN(Anak Muda INdonesia).
Silakan Pikir & Renungkan......!!!
Hishna M. Sabiq AS IV
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya, barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya. Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding dan ijazah tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Seharusnya beginilah wajah pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang telah dipaparkan oleh undang-undang dan Ibnu Khaldun adalah pendidikan yang tidaklah menjadikan manusia sebagai robot dalam setiap apa yang diperolehnya, setiap apa yang didengar, dilihat dirasa seharusnya dapat menjadikan manusia lebih berbudi dan mengerti akan kehidupan sekelilingnya. Pernahkah pembaca lihat film 3 Idiots yang dibintangi oleh Amir Khan dan kedua temannya serta Kareena Kapoor. Dalam film ini dipaparkan bahwasanya pendidikan bukanlah hal yang semata-mata hanya mengejar dunia namun pendidikan tetaplah harus memiliki kesinambungan antara pribadi dan sosial.
Sedangkan menurut Paulo Freire pendidikan yang seharusnya terjadi bukanlah pendidikan gaya robot. Maksudnya, apa yang diperoleh dari pendidikan yang ada hanyalah hal yang hanya tersimpan dalam memory saja tanpa tahu apa yang seharusnya dilakukan dengan hal tersebut. Mengapa Freire mengkritik pendidikan gaya robot? salah satunya adalah karena pendidikan gaya robot hanya menjadikan peserta didik sebagai objek yang hanya menampung apa yang diberikan tanpa tahu yang diberikan itu adalah hal yang pantas diterapkan atau tidak, tanpa tahu kegunaan dari apa yang diterima, tanpa mengerti mengapa hal ini diberikan. Sekarang mari kita amati bagaimana proses pendidikan kita. Apakah cenderung bergaya robot atau sudah mengikuti dari undang-undang yang ada?.
Dari mulai tingkat dasar sampai tingkat atas pendidikan kita adalah pendidikan gaya robot yang hanya menguntungkan bagi kaum kapitalis. Contohnya seperti ini, Adi adalah murid sekolah dasar yang saat ini sedang diajari pelajaran tentang perbuatan terpuji. Namun apakah yang terjadi dengannya diluar sekolah?, ternyata sepulang sekolah dia melempari temannya dengan batu tanpa ada alasan yang jelas. Cerita belum berakhir, ketika ujian nilai Adi begitu memukau. Nilai pelajaran PKn yang diperolehnya sangat bagus. Berbanding terbalik dengan kenakalan yang dia lakukan di luar ruang sekolah. Wow fantastisnya pendidikan ala Indonesia! Sangat timpang dengan apa yang tercantum di dalam undang-undang. Indonesia adalah bangsa yang “gemah ripah loh jinawi”, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya mulai dari hutan hingga lautan maupun kekayaan alam yang tersimpan di dalam perut bumi .
Namun dengan adanya sistem pendidikan yang ada sekarang ini kita bukannya menjadi negara kaya, bukannya menjadi negara maju tetapi malah menjadi negara miskin yang kekayaan alamnya hanya dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi, bagaimanakah bentuk pendidikan yang seharusnya diterapkan di Indonesia ?
Pertama-tama marilah kita pretheli undang-undang kita. Sudah bagus memang, tapi dalam penerapannya???
1. Usaha Sadar dan Terencana
Pendidikan terjadi atas dasar kesadaran baik dari unsur anak didik maupun pendidik. Maksudnya harus sadar akan posisi masing-masing dan tugas yang diemban dengan perencanaan pendidikan yang sesuai standart. Bukannya hanya menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan saja. Sebagai peserta didik seharusnya bersikap kritis akan segala informasi yang diterima. Bukannya hanya tahu nyanyian lagu iya(ngutip iwan fals dikit). Sedangkan untuk pendidik sebaiknya janganlah terlalu mendogma peserta didiknya agar peserta didik dapat timbul berbagai pertanyaan, yang mana pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang bermutu.
2. Untuk Mewujudkan Suasana Pembelajaran/Pendidikan
Dengan tujuan yang sudah begitu bagus undang-undang kita mengajarkan bahwasanya pendidikan bukanlah ajang untuk pamer kekayaan, kecantikan, ketampanan dll. Namun pendidikan merupakan ajang untuk bertukar pikiran.
Bukannya ajang nyucuk irung kebo (mematuk hidung kerbau). Wah kerbaunya gak bisa balas nich!!!!! Disinilah peserta didik dituntut untuk lebih aktif dalam sebuah pembelajaran. Jangan takut salah dalam memberikan sumbangan pemikiran, karena sesungguhnya takut salah adalah kesalahan yang sangat besar. Memang untuk mewujudkan kondisi pembelajaran sangat sulit dan harus dimulai dari awal untuk menjadikan anak didik lebih kritis pada saatnya nanti.
Menurut Freire dibutuhkan empat tingkatan untuk menumbuhkan nalar kritis:
a. Kesadaran intransitif, yaitu tingkatan awal dimana orang belum dapat mengenali diri sendiri maupun lingkungannya.
b. Kesadaran semi intransitif, yaitu kesadaran yang terjadi pada masyarakat yag tertindas namun acuh terhadap penindasan.
c. Kesadaran naif, yaitu kesadaran akan sebuah realitas dan mampu memikirkannya. Namun masih cenderung menggunakan emosi yang berlebih ketika menyelesaikan permasalahan.
d. Kesadaran kritis transitif, yaitu kesadaran puncak dimana seseorang dapat mengenali dirinya dan sekelilingnya dengan baik serta mampu menolak dan menerima dengan akal pikiran yang terbuka.Di tingkatan nomor empat inilah letak dari pendidikan yang sejati yang dapat mengenal baik dan buruk dengan akal pikirannya sendiri.
3. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Nah ini dia point penyelamat bangsa. Lho koq bisa gitu? Bayangkan saja seandainya Indonesia hanya dihuni oleh orang-orang yang pandai namun tidak mempunyai akhlak mulia. Apa yang bakalan terjadi? HANCUR BRO NEGARANYA. Trus gimana ya kalo akhlaknya baik tapi bodoh?emm ya ketipu melulu dong bangsa kita. Baguskan undang-undang kita!
Yang kedua, dinegara kita pendidikan adalah tipe bulus( belajar terus asal ada fulus). Mengapa begitu? Uang negara hanya untuk bangun gedung mewah DPR saja. Dana BOS memang ada sich tapi????
Mari kita bandingkan dengan pola pendidikan yang diutarakan oleh ibnu khaldun. Beliau berkata: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Inilah kelemahan indonesia. Pendidikan yang seharusnya dienyam oleh seluruh rakyat indonesia hanya bisa dienyam oleh orang yang ber-uang. Adanya penanganan yang jelas tentang nasib pendidikan di Indonesia menjadi sebuah keharusan sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Ada yang pernah dengar ini g?ta’allam wa ‘allamah(belajarlah dan ajarkanlah). Tapi adakah yang suka rela memberi pendidikan GRATIS??? Mungkin konsep pendidikan yang di tawarkan oleh Ibnu Khaldun dapat menjadi sebuah jalan keluar dari semrawutnya sistem pendidikan Indonesia. Namun siapa yang mau menghargai konsep pendidikan ala Ibnu Khaldun ini? Negara Indonesia adalah negara ijazah, pemerintah kita adalah pemerintah ijazah, orang sekolah yang dicari cuma??????. Tidak adanya apresiasi yang lebih terhadap siswa kalangan luar sekolah menjadikan pendidikan ala Ibnu Khaldun menjadi terpinggirkan. Semua saya kira juga tahu tentang Lintang dalam film laskar pelangi. Siapakah dia?, bagaimanakah kehidupan sehari-harinya? Namun bagaimana tanggapan dunia tentangnya? Orang seperti inilah yang seharusnya menjadi pemimpin bangsa. Namun tak ada apresiasi terhadap orang semacam Lintang. Mengapa? Karena dia adalah orang “KERE”.
Sekarang apakah negara kita mau dijadikan negara yang memanusiakan robot atau merobotkan manusia hanya dapat kita pasrahkan pada orang-orang dengan ijazah yang berada didalam gedung ber-AC yang kita tidak tahu jalan pikiran mereka. Sedangkan, kita hanya dapat berharap semoga apa yang dilakukan mereka dapat menjadikan bangsa semakin maju ke depannya. AMIN(Anak Muda INdonesia).
Silakan Pikir & Renungkan......!!!
Hishna M. Sabiq AS IV
Langganan:
Postingan (Atom)